Filsafat Ekonomi
FILSAFAT EKONOMI
Dalam realita pembelajaran ekonomi, analisis
(berpikis kritis) terhadap mata kuliah ekonomi mikro masih minim. Hal tersebut
ditunjukkan melalui hasil analisis dari tugas-tugas para mahasiswa. Keadaan
demikian dapat disebabkan kurangnya pemahaman mengenai filosofis dari pendidikan
ekonomi tersebut. Kedalaman pemahaman dari materi pada setiap pembahasan yang
belum terselesaikan dengan baik oleh mahasiswa dapat juga menjadi pemicu akan
analisis yang rendah. Untuk itu, perlu dikaji secara mendalam makna filosofis
dari ilmu ekonomi yang menjadi payung utama dalam pendidikan ekonomi.
Tujuan filsafat adalah menyadari struktur
dunia (Marsigit, 2015). Fungsi filsafat adalah untuk memenuhi harapan manusia
melalui proses berfikir yang sedalam-dalamnya untuk memecahkan permasalahan
yang ada dan yang mungkin ada (Agriyanto, Rohman, 2017). Filsafat ekonomi
merupakan tema yang belum dikembangkan dalam jurusan
ilmu ekonomi secara lebih luas. Padahal, sepanjang abad 20, dunia ditandai
dengan perseteruan dua ideologi besar yang berpangkal pada perbedaan filsafat
ekonomi, yaitu sosialisme dan kapitalisme. Dua aliran besar tersebut, seringkali
dijadikan bahan pembahasan perbandingan. (Muheramtohadi, 2018).
Ilmu
ekonomi sebagai ilmu positif dan empiris telah berkembang sangat pesat. Tidak
diragukan bahwa ilmu ekonomi telah banyak memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian individu, masyarakat, bangsa maupun negara. Ilmu ekonomi
dengan segala percabangannya telah dapat memberikan eksplanasi terhadap
fenomena ekonomi yang terjadi di dalam kehidupan konkret. Lebih dari itu, ilmu
ekonomi dapat memberikan prediksi atas aktivitas/realitas kehidupan
perekonomian yang mendekati kebenaran. Ilmu ekonomi jika dipelajari membuat orang
dalam pengambilan keputusan menjadi lebih bersifat rasional (Wijaya, 2009).
Di satu pihak, terdapat
ilmu ekonomi yang telah melangkah sangat jauh; di lain pihak, terdapat filsafat
ilmu ekonomi, yang dapat dikatakan masih baru mulai. Sejauh ini, filsafat ilmu
ekonomi tidak begitu menarik perhatian orang yang belajar ilmu ekonomi dan
bahkan di dalam kurikulum pun tidak tercantum filsafat ilmu ekonomi sebagai
satu mata kuliah yang mandiri. Paling banter, di Fakultas Ekonomi diajarkan
Sejarah Pemikiran Ekonomi, yang membahas pemikiran para pemikir ekonomi yang
telah memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu ekonomi. Filsafat ilmu
memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ekonomi menuju
peningkatan ilmu ekonomi dan analisis serta peningkatan kualitas ekonom,
memiliki kemampuan berpikir, berperilaku dan bertindak sebagai sarjana yang bijak
(Nasrullah, 2007).
A.
Teori Ekonomi
Pemikiran dari para ahli filsafat telah
mempengaruhi pemikiran para ekonom sesudahnya. Teori ekonomi telah dibangun
selama berabad-abad dan terus disempurnakan hingga saat ini. Para ahli filsafat
telah mengupas dasar-dasar pemikiran ekonomi yang kelak akan dianut, diuji dan
diperbaharui oleh para ilmuwan di masa selanjutnya. Ilmu ekonomi sendiri bukan
dimulai oleh Adam Smith (1723-1790) yang dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi,
akan tetapi ilmu ekonomi telah dirintis jauh sebelumnya.
Pemikiran teori ilmu ekonomi telah dirintis oleh para
ahli filsafat, dimulai dari ahli filsafat Yunani. Adam Smith (1723-1790)
sendiri sebenarnya adalah seorang ilmuwan di bidang filsafat. Sebenarnya ilmu
ekonomi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ilmu filsafat. Jadi ilmu
ekonomi merupakan perkembangan dari ilmu filsafat. Oleh karenanya sangat perlu
mempelajari pemikiran dari para ahli filsafat untuk menambah khazanah
pengetahuan.
Xenophon (440-355 B.C.) dan Plato (427-347 B.C)
berkontribusi pada awal pemikiran teori ekonomi mengenai untung ruginya
pembagian pekerjaan. Dalam karya Plato (427-347 B.C) berjudul Republic mendukung
negara-kota ideal yang dikuasai oleh kumpulan raja yang bijaksana. Pemikiran
dari para ahli filsafat inilah yang memulai pemikiran awal mengenai ekonomi, di
dalam uraian Plato (427-347 B.C) dikemukakan bahwa dengan adanya pembagian
kerja maka dapat memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih pekerjaan
yang sesuai dengan pembawaanya.
Pemikiran Plato (427-347 B.C) sedikit banyak juga
mempengaruhi pemikiran Adam Smith (1723-1790) yang mengusulkan sistem
perekonomian pasar bebas. Walaupun demikian para ilmuwan penganut paham
perekonomian pasar bebas menganggap bahwa pemikiran Plato (427-347 B.C) tidak
mendukung kebebasan pasar karena adanya peranan pemerintahan yang kuat dalam
mengatur ekonomi. Hal ini berbeda dengan pemikiran Aristoteles (384-322 B.C.)
yang memberikan dukungan terhadap kebebasan dan sangat mempengaruhi pemikiran
Adam Smith (1723-1790) mengenai pembatasan peran pemerintah.
Aristoteles (384-322 B.C.) juga telah merintis
berkembangnya teori ilmu ekonomi. Dalam kupasan Aristoteles dibedakan
antara oikonomi yang menyelidiki peraturan rumah tangga yang
merupakan arti asli bagi istilah ekonomi, dan chrematisti yang
mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar dan karenanya pemikiran ini dapat
disebut sebagai perintis jalan bagi berkembangnya teori ilmu ekonomi.
Dijelaskan selanjutnya bahwa kepala rumah tangga
harus mengusahakan pemenuhan kebutuhan secara baik dalam. Jikalau suatu “Oikos”
mempunyai kelebihan sesuatu maka dengan sendirinya dan pada tempatnya
ditukarkan dengan barang-barang yang berlebihan di rumah tangga yang lain.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suatu barang dapat
digunakan dengan dua jalan yaitu kemungkinan untuk dipakai dan kemungkinan
untuk ditukarkan dengan barang lain. Alhasil dari situ dapat diperoleh
pengertian di dalam ilmu ekonomi tentang nilai pemakaian dan nilai pertukaran.
Kegiatan pertukaran barang dikerjakan oleh para pedagang sebagai mata
pencaharian mereka, hal mana sejalan dengan tujuan chrematisti,
meskipun menurut para filsuf Yunani pada waktu itu kurang mendapatkan
penghargaan kepada kegiatan (profesi) pedagang.
Kurangnya penghargaan terhadap profesi pedagang
tersebut berlanjut sampai dengan abad 18 di mana kaum physiokrat menganggap
sebagai “classe sterile“, yang demikian pula ahli-ahli agama Kristen
menilainya sebagai kegiatan yang tidak pantas. Selanjutnya St. Thomas Aquino
(1225-1274) meninjau ekonomi dari sudut kesusilaan menyatakan bahwa bukan
dagang itu yang hina, tetapi cara pedagang di dalam melakukan perdagangan yang
tercela. Sebaliknya Johannes Calvijn (1509-1564), terlahir di perancis bernama
Jean Chauvin, dikenal juga sebagai John Calvin, membela kegiatan pemungutan
bunga dan uang karena menganggap keuntungan pedagang timbul karena buah dari
kerajinan dan kegiatannya. Johannes Calvijn (1509-1564) mempertahankan dalil
bahwa bunga tidak ditolak sama sekali oleh Alkitab.
Martin Luther (1483-1546) juga mengemukakan
keuntungan pedagang seharusnya merupakan penggantian tenaga dan risikonya bukan
karena keuntungan dari suatu keadaan barang kurang. Johannes Calvijn
(1509-1564) membela pendirian bahwa keuntungan pedagang timbul dari kerajinan
dan kegiatannya, Johannes Calvijn (1509-1564) jugalah yang membela pemungutan
bunga uang.
Aristoteles (384-322 B.C.) berpendapat tentang
bunga uang mempunyai pengaruh berabad-abad lamanya, menurutnya uang diadakan
untuk mempermudah pertukaran barang di antara rumah tangga, dan dengan uang
semaunya dapat diukur sehingga dapat diadakan persamaannya. Berdasarkan
pendapatnya maka uang dapat dipergunakan sebagai alat penukar, satuan pengukur
nilai dan alat untuk menimbun kekayaan. Sedangkan pandangannya mengenai bunga
dinyatakan bahwa “menurut sifatnya uang tidak dapat beranak” oleh karena itu
keuntungan yang diterima oleh kreditor bukanlah sebagai akibat tenaga ekonomi
yang merupakan bagian daripada uang, tetapi itu tidak lain daripada perbuatan
yang merugikan terhadap debitor. Penolakan atas bunga dari uang juga diajukan
oleh St. Thomas Aquino (1225-1274), kaum skolastik di abad pertengahan serta di
lingkungan agama Islam. Namun demikian disadari bahwa peminjaman uang itu
memerlukan tenaga, ongkos-ongkos dan kemungkinan terjadinya bahaya maka timbul
pemikiran bahwa boleh dimintakan ganti kerugian yang pantas.
Werner Sombart (1863-1941) menjelaskan bahwa unsur
etik di dalam pembentukan harga semakin terdesak ke samping bilamana keadaan
pasar semakin berkembang. Pada abad ke-17 Jacques dan Louis Savary mengemukakan
bahwa harga-harga sebenarnya atau harga intrinsik daripada barang diukur dengan
ongkos-ongkos yang dibebankan pedagang untuk itu, ditambah dengan apa yang
pantas untuk upahnya. Nicholas Oresme (1320-1382) dan Niccolo Machiavelli
(1469-1527) melepaskan pandangan teori ekonomi dari ajaran agama dan demikian
pula ilmu politik terlepas dari etik.
Niccolo Machiavelli (1469-1527) Pandangan dari para
ahli filsafat memperkaya pandangan dari ekonom dan memberikan dasar pemikiran
selanjutnya di dalam ekonomi. Pemikiran mereka telah merintis bagi jalan
berkembangnya ilmu ekonomi. Dengan mempelajari pandangan dari para ahli filsafat
dapat memberikan gambaran mengenai dinamika perkembangan teori ekonomi dari
waktu ke waktu.
B.
Ontologi Ekonomi
(Hakekat/Metafisik)
Ontologi adalah studi tentang ada dan berada, ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut
bentuk yang paling
abstrak (Putra, Dilham, 2016). Ontologi
adalah cabang filsafat
yang mempelajari tata cara dan struktur
realitas dalam arti seluas mungkin,
dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau
menjadi aktualitas atau potensilitas, nyata atau penampakan, esensi atau
eksistensi kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya. Ontologi
adalah cabang filsafat yang satu, yang absolut, bentuk abadi, sempurna dan
keberadaanya segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-Nya. Cabang filsafat
yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran
itu nyata atau sebagainya
Ontologi ilmu ekonomi
berkaitan dengan objek yang ditelaah atau sasaran ilmu dan bagaimana wujud
sebenarnya dari objek tersebut. Secara ontologis, sasaran ilmu ekonomi adalah
hubungan antar manusia dalam memenuhi kebutuhan materialnya. Sedangkan
pemenuhan kebutuhan spiritual tidak termasuk dalam lingkup ekonomi. Inti dari
ilmu ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas
ditengah-tengah jumlah sumber daya ekonomi yang ada terbatas jumlahnya (scarcity).
Ada banyak yang dipelajari dalam ilmu ekonomi, namun dapat digolongkan menjadi
dua golongan besar, yaitu ekonomi mikro dan makro.
Adam Smith, sejauh ini dikenal sebagai Bapak Ilmu Ekonomi, karena jasanya
yang telah mengubah ilmu ekonomi dari kategori filsafat spekulatif menjadi ilmu
yang bersifat positivistik- empirisistik. Menurut Farrer (1881), kemashyuran
Adam Smith sudah sepantasnya diperoleh atas karya besarnya, The Wealth of Nations, kenyataan yang mungkin kurang
diperhatikan, bahwa lama sebelum dia
terkenal sebagai ahli ekonomi politik dia telah mendapatkan reputasi, tidak
terbatas di negerinya sendiri, melalui spekulasinya di dalam filsafat moral.
The
Wealth of Nations, "the principia of politic
operations,"dibuka dengan deskripsi tentang spesialisasi tenaga kerja
di dalam manufaktur peniti; buku tersebut meliputi berbagai macam pokok soal:
dari keprofesorannya di Oxford hingga statistik penangkapan ikan herring sejak tahun 1771; dari kewajiban
pemakaian materai hingga uang logam yang digunakan orang Romawi. Adam Smith
memiliki visi besar, The Wealth of Nations hanya merupakan salah satu bagian,
dari dua buah buku yang cukup cemerlang untuk dipublikasikan selama masa
hidupnya. Pada tahun 1758, Adam Smith telah menulis Theory of Moral Sentiments,
dalam buku ini dia “membangun keseluruhan kodrat moral manusia dari satu emosi
primitif-simpati”.
Buku Adam Smith dipandang sebagai buku yang revolusioner, karena buku
tersebut bukan hanya membahas struktur kelas di zamannya, dan pertanyaan abadi
siapa memiliki apa tetapi juga menanyakan mengapa. Tujuan Adam Smith bukanlah
untuk mendukung kepentingan salah satu kelas. Dia sangat perhatian untuk
meningkatkan kemakmuran seluruh bangsa. Dan kemakmuran, bagi Adam Smith,
terdiri atas barang yang dikonsumsi oleh seluruh warga masyarakat;
hal ini bersifat demokratis, dan oleh karenanya merupakan filsafat kemakmuran
yang radikal. Pedagang, petani, pekerja gilde memiliki hak prerogatif untuk
menyimpan kekayaan. Kita yang berada di dunia modern dengan arus barang dan
jasa dikonsumsi oleh setiap orang merupakan tujuan akhir kehidupan ekonomi.
Smith berhasil membawa teori
ekonomi bias interspasial yang diasosiasikan dengan Cantillon dan kaum
Merkantilis dan kemudian mulai mengajukan bias intertemporalnya sendiri yang
kuat. Dari sudut pandang abad duapuluh, hal itu dapat dikatakan sebagai perang
melawan bias interspasial yang telah lama dimenangkan (Garrison, 1998: 8).
Ilmu ekonomi merupakan ilmu
empiris yang didasarkan atas data dan evidensi empiris. Sekalipun demikian,
ilmu ekonomi dibangun di atas dasar filosofis tertentu, baik itu berkaitan
dengan dasar epistemologis: bagaimana konsep terbentuk; ontologis: ada realitas
ultimate, bagaimana kenyataan
dilihat; metodologis: metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan yang
dapat diandalkan; moralitas: ilmu ekonomi dibangun dalam rangka kesejahteraan
umat manusia.
C.
Epistemologi Ekonomi
(Sumber)
Epistemologi ilmu ekonomi
membahas tentang asal mula atau sumber, struktur, metode dan validitas ilmu ekonomi.
Persoalan yang diangkat dalam epistemologi ilmu ekonomi adalah bagaimana
manusia dapat mengetahui ilmu ekonomi, darimana ilmu ekonomi berasal dan
bagaimana mengetahui kebenaran tentang ilmu ekonomi. Secara epistemologis, ilmu
ekonomi dimulai dari pemikiran tentang persoalan ekonomi. Persoalan ekonomi
telah dipikirkan oleh Aristotels pada tahun 300 sebelum masehi dengan menulis
tentang harga, nilai, pasar, keuangan negara, efisiensi tenaga kerja dan
sebagainya. Namun pemikiran yang sistematis mengenai ilmu ekonomi muncul pada
abad 18 oleh Adam Smith dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1776 dengan
judul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”. Adam
Smith dianggap sebagai Bapak Ilmu Ekonomi karena telah merumuskan pokok-pokok
masalah, pengertian dasar, dan kerangka berfikir yang selanjutnya menjadi dasar
teori ilmu ekonomi modern. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani
“oikos” yang berarti keluarga/rumah tangga dan “nomos” yang berarti peraturan.
Jadi ekonomi dapat diartikan sebagai aturan rumah tangga.
Analisis Pemikiran Para Kaum
Merkantilis
Sebelum abad ke-16 dan ke-17 perdagangan dinilai
sebagai derajat yang rendah, kaum merkantilis telah mulai memusatkan
perhatiannya kegiatan ekonominya di dalam perdagangan terutama perdagangan luar
negeri. Pemikiran kaum merkantilis telah mengangkat pandangan masyarakat dan
negara mengenai perdagangan. Emas yang mengalir dari luar ke dalam negeri
sebagai akibat perdagangan telah memperkuat negara. Kaum merkantilis sering
disebut juga tukang batunya ilmu ekonomi pada abad ke-16 dan ke-17 (Skuosen, 2005).
Kaum merkantilis tua yang juga disebut sebagai kaum
Bullion seperti Hales, Miles, Gerald de Malynes (1586-1641) dan Edward
Misselden (1608-1654) menyatakan agar negara memasukkan sebanyak-banyaknya
logam mulia murni ke dalam negeri dan menahannya jangan sampai keluar, dalam
hal ini uang disamakan dengan kemakmuran.
Gerald de Malynes
(1586-1641) dan Sir William Petty (1623-1687) berpendapat bahwa turunnya bunga
dan meningkatnya perdagangan, sebagai akibat penting dari bertambahnya uang
yang beredar. Pendapat bahwa bunga adalah harga untuk uang ditolak oleh kaum
klasik dan para ahli ekonomi sesudahnya sampai dengan John Maynard Keynes
(1883-1946) menulis bukunya yang berjudul General Theory of Employment,
Interest and Money yang meminta perhatian bagi kebenaran pendapat kaum
Merkantilis. Dalam hal ini pendapat Keynes yang membela pendapat kaum
Merkantilis dengan teori yang dikenal dengan motivasi “liquidity preferences“.
Charles d’Avenant (1656-1714) menyatakan bahwa
kekayaan dalam bentuk uang hanyalah kekayaan mati. Oleh karena itu harus
diperbesar tingkat konsumsi masyarakat terutama untuk barang mewah yang
diproduksi di dalam negeri. Selanjutnya diakui oleh kaum merkantilis akan
aliran logam mulia ke Eropa Barat dalam abad ke-16 dan sesudahnya berakibat
meningkatkan tingkat harga umum di negara tersebut. Dengan demikian maka
muncullah teori kuantitas uang. Di dalam teori tersebut masih sederhana
dinyatakan bahwa keseimbangan antara tingkat harga dengan jumlah uang beredar.
Dikemukakan lebih lanjut bahwa penambahan uang beredar dengan satu persen akan
berarti naiknya harga dengan satu persen. Hal demikian berarti bahwa koefisien
elastisitas tingkat harga terhadap jumlah uang beredar sama dengan satu.
John Locke (1632-1704) mengemukakan bahwa dalam hal
ini yang harus diperhatikan bukan hanya jumlah uang yang beredar, tetapi juga
cepatnya uang beredar. Dalam hal ini kecepatan berputar daripada uang tidaklah
sama untuk semua subyek ekonomi. Menurut taksirannya volume uang yang diperlukan
untuk suatu negeri sama dengan 1/15 daripada upah tahunan ditambah ¼ pendapatan
para pemilik tanah besar setiap tahun ditambah 1/20 pendapatan para pedagang
setiap tahun. Richard Cantillon (1680-1734), seorang bankir Irlandia dan
petualang yang beremigrasi ke Paris, menyatakan jumlah uang yang diperlukan
sama dengan 1/9 hasil nasional bersih.
Teori kuantitas uang sederhana
tersebut kemudian dibelakang hari disempurnakan oleh Irving Fisher (1867-1947),
profesor ekonomi dari Yale dan pendiri aliran monetaris, dengan rumus M x V = P
x T (M adalah Money yaitu kuantitas uang yang beredar, V
adalah Velocity yaitu kecepatan uang atau perputaran uang
tahunan, P adalah Price yaitu tingkat harga umum, T
adalah Trade yaitu kuantitas barang yang
dihasilkan/diperdagangkan selama setahun). Ini berarti bahwa dalam hal
kecepatan peredaran uang yang tetap (konstan) dan jumlah barang yang sama yang
diperdagankan, maka tingkat harga ditentukan oleh jumlah uang. Irving Fisher
(1867-1947) dalam hal ini telah membedakan antara uang kartal yaitu seperti
uang logam, uang kertas dan lain-lain serta uang giral yaitu uang dalam bentuk
giro, deposito, dan sebagainya yang ada di dalam bank.
Kaum Bullion berpendapat bahwa ekspor logam mulia
murni harus dilarang sama sekali tidak dijumpai, tetapi yang penting bagaimana
nilai ekspor harus lebih besar daripada impor. Pieter De La Court (1618-1685)
dari Belanda membuat usulan kepada pemerintahannya:
1. Untuk memajukan perkapalan
dengan perpajakan yang ringan untuk mengangkut barang-barang dari luar negeri.
2. Mempajaki kapal-kapal luar negeri
yang masuk.
3. Semua barang-barang yang
dapat dibuat di negeri sendiri jangan dibebani pajak terlalu banyak.
4. Semua bahan mentah sama
sekali tidak boleh dibebani pajak.
5. Semua barang-barang luar
negeri harus dibebani bea masuk.
David Hume (1711-1776), seorang tokoh ekonomi
klasik, mengkritik pemikiran kaum merkantilisme dengan menjelaskan mengenai
mekanisme otomatis dari Price-Spice Flow Mechanism atau PSFM.
Ide pokok pikiran dari merkantilisme mengatakan bahwa negara/raja akan
kaya/makmur bila X>M sehingga LM yang dimiliki akan semakin banyak. Ini
berarti Money supply (Ms) atau jumlah uang beredar banyak.
Bila Money supply atau jumlah uang beredar naik, sedangkan
produksi tetap/tidak berubah, tentu akan terjadi inflasi atau kenaikan harga.
Kenaikan harga di dalam negeri tentu akan menaikkan harga barang-barang ekspor
(Px), sehingga kuantitas ekspor (Qx) akan menurun.
Dengan adanya kritik David Hume (1711-1776) maka
teori pra-klasik atau merkantilisme dianggap tidak relevan. Selanjutnya Adam
Smith (1723-1790) menyumbangkan pemikirannya dalam buku yang berjudul “An
Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” pada tahun
1776. Sehingga muncul teori klasik atau absolute advantage dari
Adam Smith (1723-1790). Pendapat Adam Smith (1723-1790) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran kemakmuran suatu
negara bukan ditentukan banyaknya LM yang dimilikinya.
2. Kemakmuran suatu negara
ditentukan oleh besarnya GDP dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap
pembentukan GDP negara tersebut.
3. Untuk meningkatkan GDP dan
perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya
sehingga tercipta perdagangan bebas atau free trade
4. Dengan adanya free
trade maka akan menimbulkan persaingan atau competition yang
semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing negara untuk melakukan
spesialisasi dan pembagian kerja internasional dengan berdasarkan kepada
keunggulan absolut atau absolute advantage yang dimiliki
negara masing-masing.
5. Spesialisasi dan pembagian
kerja internasional yang didasarkan kepada absolute advantage, akan
memacu peningkatan produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan GDP
dan perdagangan luar negeri atau internasional.
6. Peningkatan GDP dan
perdagangan internasional ini identik dengan peningkatan kemakmuran suatu
negara.
Sir William Petty (1623-1687) pada tahun 1679 telah
menghitung pendapatan nasional Inggris yang selanjutnya melahirkan ilmu
pengetahuan “Political Aritmathic”. Perhitungan pendapatan nasional terus
berkembang dan menjadi isu penting di dalam ekonomi sampai dengan dewasa ini.
Pendapatan nasional telah dijadikan tolok ukur atas keberhasilan suatu
pemerintahan dalam mengatur ekonominya.
Gregory King (1648-1712)
dalam tahun yang hampir bersamaan mengumpulkan bahan-bahan yang sama untuk
membuat gambar kurva permintaan terhadap gandum dalam suatu kejadian konkrit.
Menurut hukum King perubahan dalam penawaran gandum berturut-turut dengan 1/10,
2/10, 3/10, 4/10, dan 5/10, membuat harga berubah dalam arah yang sebaliknya
dengan 3/10, 8/10, 16/10, 28/10, dan 45/10. Pemikiran ini semakin dikembangkan
dalam teori permintaan dan penawaran oleh ekonom selanjutnya.
Analisis Pemikiran Para Kaum
Physiokrat
Tokoh-tokoh kaum physiokrat adalah François Quesnay
(1694-1774), Pierre Samuel du Pont de Nemours (1739-1817) dan Charles Gide, di
mana paham dari aliran ini yang terpenting bagaimana penguasaan alam. Jikalau
kaum merkantilis adalah sebagai perintis ilmu ekonomi, maka kaum physiokrat disebut
sebagai pendasar ilmu ekonomi.
Kaum physiokrat sebagai yang
pertama memandang kehidupan perekonomian sebagai suatu sistem yang sudah
ditentukan dan sebagai suatu sistem yang diatur oleh hukum-hukum tersendiri,
dan atas dasar itu dapat dibuat perhitungan dan ramalan-ramalan serta mereka
mencoba merumuskan hukum-hukum ini. Para pengikut mazhab physiokrat adalah
Mercier De la Rivière (1720-1794), Boudeau, Robert Jacques Turgot (1727-1781),
le Trosne, serta Karl Friedrich von Baden-Durlach.
Menurut François Quesnay (1694-1774), seorang
doketer, melihat peredaran ekonomi (aliran barang-barang di masyarakat) seperti
aliran darah di dalam tubuh manusia. Prinsip dasar pandangan kaum physiokrat
adalah di dalam kehidupan harus mendasarkan kepada natural order. Organisasi
yang asasi bahwa setiap individu mengetahui kepentingan sendiri, dan
selanjutnya yang terbaik mengurus kepentingan sendiri itu adalah setiap orang
itu sendiri. Akhirnya kepentingannya sendiri dan kepentingan umum jatuh
bersamaan, sehingga bilamana setiap individu dibebaskan untuk membela
kepentingannya sendiri, maka juga kepentingan umum akan teriris dengan baik
sekali. (leisser faire, leisser passer, le monde va alors de luis meme).
Kaum physiokrat mengembangkan teori harmoni, yakni
keserasian antara kepentingan individu dan kepentingan umum (masyarakat).
Selanjutnya diketengahkan prinsip ekonomi yang dijadikan dasar umum teori
ekonomi kaum physiokrat di mana setiap individu berusaha memperoleh suatu hasil
tertentu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Teori harmoni ini kemudian
dilanjutkan kaum klasik yang berbunyi: setiap individu berusaha memperoleh
pendapatan sebanyak-banyaknya, dan pendapatan hanya dapat bertambah bilamana
subyek ekonomi menawarkan kepada sesamanya barang yang lebih baik dan atau
lebih murah, serta pemerintah tidak perlu campur tangan. Pemerintah hanya
bertugas di dalam bidang justisi, milisi, pengajaran dan pekerjaan umum. Hal
ini merupakan reaksi atas campur tangan pemerintah yang begitu jauh yang
diajarkan oleh kaum merkantilis.
Jikalau kaum merkantilis menempatkan perdagangan
luar negeri dalam pusat pandangan ekonominya, maka kaum physiokrat menempatkan
pertanian dalam pandangan ekonominya. Hanya pertanianlah yang dapat memberikan
hasil yang produktif.
Sir William Petty (1623-1687) menyatakan bahwa “labour
is the father and active principle of wealth, as lands are the mother”.
Petani menuai lebih banyak daripada yang ditaburkannya dan kelebihan ini (atau
disebut “produit net”) ditambahkannya sebagai barang (product)
baru kepada peredaran perekonomian masyarakat.
Kehidupan perekonomian
secara keseluruhan sebagai suatu sistem, François Quesnay (1694-1774)
menggambarkan hubungan di antara tiga golongan masyarakat.
1. Classe productive; yakni para petani.
2. Classe prosprietaires; yakni para pemilik tanah.
3. Classe sterile; yakni para pedagang dan
industriawan.
Ketiga golongan masyarakat inilah yang dianggap
berperanan dalam pembagian pendapatan masyarakat (nasional) yang digambarakan
dalam “Tableau Economique”. Selanjutnya ditambahkan golongan pekerja
yang disebut classe passive sebagai golongan keempat yang
mempunyai arti dalam hubungan konsumsi bukan untuk produksi.
“Tableau Economique”
oleh François Quesnay (1694-1774)
François Quesnay (1694-1774) selanjutnya membedakan
konsep nilai dan harga yang cocok digunakan dalam sistem yang dipakainya. Sedangkan
tentang harga dibedakan antara harga pokok barang dan harga yang harus dibayar
konsumen. Harga pokok menurut François Quesnay (1694-1774) tergantung dari
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan barang itu untuk pasar. Sedangkan
harga penjualan kepada konsumen, biasanya para pedagang berusaha memperoleh
marjin uang sebesar-besarnya.
Harga jual hasil- hasil industri sama dengan harga
pokoknya, di mana dalam hal ini pedagang hanya dapat memperoleh laba dengan
merugikan konsumen. Sebaliknya untuk produk-produk hasil pertanian agar dengan
harga jualnya dapat diperoleh laba yang besar guna dilakukan untuk investasi
yang mendatangkan tambahan “produit net“.
Perhitungan kaum physiokrat untuk menyerahkan 2/5
dari pendapatan nasional kepada pemilik tanah karena dianggapnya mereka itu
sebagai tulang punggung negara. Dari sewa tanah yang diterimanya, harus
membayar pajak dan kewajiban sosial lainnya (termasuk pemesanan pembelian
barang-barang mewah yang mendorong kemajuan para pengrajin). Dengan demikian
maka para pemilik tanah (classe des proprietaires) adalah sebagai
penggerak peredaran perekonomian. Selanjutnya sampailah pada suatu slogan
“bilamana petani miskin, maka miskinlah negara (kerajaan) dan miskin pulalah
rajanya (kepala negara) “pauvre paysans, pauvre royaume, pauvre roi“.
Tapi upah menurut kaum physiokrat dinyatakan bahwa
besarnya upah sama dengan ongkos-ongkos hidup. Maka upah akan naik bilamana
harga gandum naik. Jadi menurut mereka, untuk kesejahteraan kaum buruh tidak
ada artinya tingginya tingkat harga.
Apabila kaum merkantilis dalam menganalisa
soal-soal ekonomi banyak mencurahkan perhatian pada soal-soal moneter, maka kaum
physiokrat menunjukkan bahwa “tabir uang” membuat samar-samar gejala-gejala
ekonomi. Oleh karenanya soal-soal ekonomi yang sebenarnya harus dicari
dibelakang tabir uang ini; hal mana diikuti pendapat serupa oleh kaum klasik
sampai dengan terbitnya buku General Theory of Employment, Interest and
Money yang ditulis oleh John Maynard Keynes (1883-1946).
Teori uang menurut seorang
physiokrat bernama Robert Jacques Turgot (1727-1781) mengemukakan bahwa dalam
sistem penukaran barang digunakan alat penukar yang lazim dan dikehendaki oleh
orang pada umumnya yakni dengan hitungan domba. Lambat laun orang membuat
daftar harga-harga itu dalam domba abstrak (dalam angan-angan saja). “Domba
abstrak” ini kemudian merupakan satuan perhitungan. Pemikian ini kelak akan menginspirasi
akan standar logam mulia (emas) yang didukung oleh Adam Smith (1723-1790),
sebagai patokan uang dianggap lebih stabil.
Teori bunga menurut kaum physiokat diketengahkan
oleh Robert Jacques Turgot (1727-1781) di mana bahwa uang tidak dapat beranak,
tetapi menggunakan teori fruitifikasi (berbuah), jadi dapat berbuah. Dalam hal
pajak, mengingat pemerintah harus bertanggung jawab dalam pendidikan yang
memerlukan biaya besar, maka memerlukan sumber pendanaan yang berasal dari
pajak. Tetapi berbagai macam jenis pajak disederhanakan dalam “impot direct
et unique” (pajak langsung dan tunggal) yang dikenakan terhadap “produit
net” sebesar 3/10. Pendapat tentang pajak kaum physiokrat sampai dengan
sekarang masih banyak pengikutnya meskipun dengan alasan-alasan yang berbeda,
tentang pajak langsung dan tunggal, seperti di Amerika Serikat, Austria dan
Jerman. Pemikiran ini mensinyalkan akan debirokratisasi atas pajak serta
melandasi pemikiran keadilan pajak yang sampai saat ini masih terus berkembang.
Di kemudian hari terbukti bahwa jenis pajak yang bermacam-macam dapat membuka
peluang pungutan liar. Pemikiran mengenai pajak nantinya terus disempurnakan.
D. Aksiologi Ilmu Ekonomi (Etik/Estetik)
Aksiologi ilmu ekonomi
berkaitan dengan kegunaan ilmu ekonomi. Disini nilai pengetahuan akan terlihat
bagaimana peranan ilmu ekonomi dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan
dengan aspek aksiologis ilmu ekonomi seperti masalah pengangguran, tanggung
jawab sosial perusahaan, peningkatan mutu dan taraf kehidupan. Dasar aksiologi
membimbing dalam membahas tentang manfaat dari ilmu pengetahuan ekonomi. Dalam
hal ini ilmuwan bidang ekonomi harus mampu menilai antara yang baik dan yang
buruk, sehingga ilmuwan harus memiliki moral yang kuat agar kemajuan ilmu yang
dihasilkan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Spesialisasi sebagai Usaha untuk Meningkatkan
Produktivitas
The
Wealth of Nations mengetengahkan program moral
dan sosial yang komprehensif didasarkan atas studi tentang kekuatan
pasar dan menguraikan secara terperinci filsafat ekonomi tentang “sistem kebebasan
alamiah yang jelas dan sederhana” (Flew, ed., 1984). The Wealth of Nations diawali
dengan topik tentang pembagian kerja, yang secara terperinci dikemukakan oleh
Adam Smith, bahwa dengan pembagian kerja produktivitas pekerja akan menjadi
kian meningkat dan orang akan menjadi terampil
dan ahli pada bidang yang menjadi spesialisasinya.
Pekerjaan
apa saja yang memungkinkan untuk diadakan pembagian kerja akan menghasilkan
tingkat produktivitas yang lebih baik bila pembagian kerja tersebut dapat dilaksanakan,
termasuk juga dalam bidang filsafat: “Banyak perbaikan telah dibuat oleh
kreativitas para pembuat mesin……; dan sementara orang yang disebut filsuf atau
manusia spekulasi, yang pekerjaannya bukan untuk membuat sesuatu namun untuk
melihat segala sesuatu; dan yang sering mampu mengkombinasikan bersama-sama
kekuatan dari jarak yang sangat jauh dan berbagai objek yang tidak sama. Di
dalam kemajuan masyarakat, filsafat atau
spekulasi menjadi seperti pekerjaan yang lain prinsip atau urusan dan keasyikan bagi warga
negara dari kelas tertentu. Juga seperti pekerjaan yang lain, filsafat dibagi
menjadi sejumlah cabang yang berbeda-beda, setiap cabang memberikan kesibukan
bagi golongan filsuf tertentu; dan pembagian pekerjaan di dalam filsafat ini,
seperti di setiap bisnis yang lain, memperbaiki keterampilan, dan menghemat
waktu. Setiap individu menjadi lebih ahli di dalam cabang khususnya sendiri,
lebih banyak pekerjaan dilakukan dalam keseluruhannya, dan jumlah ilmu dengan
begitu menjadi sangat meningkat” (Smith, 1904).
Dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari, terdapat berbagai macam pekerjaan yang digeluti oleh orang yang
berbeda-beda sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi dengan baik. Perbedaan
dalam pekerjaan, menurut Adam Smith, sebagai akibat dari peradaban manusia:
faktor tradisi, adat, kebiasaan dan pendidikan. Alam tidak membuat manusia yang
satu berbeda profesi dengan manusia yang lain: “Perbedaan antara berbagai karakter
yang sangat berbeda, antara seorang filsuf dan seorang kuli pengangkut barang,
misalnya, tampaknya terjadi bukan karena alam, melainkan karena kebiasaan,
adat, dan pendidikan. Ketika mereka memasuki dunia, dan karena enam atau
delapan tahun pertama awal hidupnya, mereka mungkin akan menjadi demikian”
(Smith, 1904).
Perbedaan, keragaman
bukan merupakan sesuatu yang negatif bagi manusia, melainkan justru bernilai
positif. Manusia dengan bakat masing-masing dan dengan kecerdasannya yang
berbeda-beda, menurut Adam Smith, “dapat saling memberikan keuntungan satu sama
lain. Hal ini tidak terjadi pada hewan, yang harus mampu menopang dan
mempertahankan dirinya sendiri secara terpisah dan independen,
berbagai macam bakat yang dimiliki
oleh hewan tidak memberi keuntungan bagi sesamanya” (Smith, 1904).
Manusia Berbuat Baik karena Cinta Diri
Di dalam masyarakat yang
beradab, menurut Adam Smith, manusia senantiasa perlu bekerja sama dan saling
membantu, karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya dengan memuaskan
tanpa ada keterlibatan orang lain. Lain halnya yang terjadi pada hewan, ketika
hewan telah tumbuh dewasa dan matang dia
dapat mandiri dan independen dan dalam keadaan alamiahnya, hewan tidak perlu
membantu hewan lain, apalagi membantu hewan lain yang berbeda jenisnya.
Manusia, kata Adam Smith:
“hampir terus-menerus memiliki kesempatan untuk membantu sesamanya, dan adalah
sia-sia baginya untuk berharap hal tersebut semata-mata karena kebaikan hati. Dia akan mungkin menjadi lebih kuat jika
dia dapat memperhatikan cinta-diri mereka sendiri dalam kebaikan hatinya. Siapa
pun yang mengajukan penawaran apa pun kepada orang lain, bermaksud untuk
melakukan hal ini. Berilah sesuatu yang saya inginkan, dan Anda akan
mendapatkan sesuatu yang Anda inginkan, adalah makna dari setiap penawaran; dan
dengan cara inilah kita satu sama lain saling mendapatkan bagian persediaan
barang yang jauh lebih besar yang
kita butuhkan” (Smith, 1904). Manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya tidak
dapat hanya mengandalkan kepada kebaikan hati orang lain, bukan pula pada sisi
kemanusiaan orang lain, karena setiap tindakan manusia termasuk jika berbuat
baik kepada orang lain sebenarnya karena dia mencintai dirinya sendiri. Barang kali,
ungkapan yang tepat untuk zaman sekarang bahwa—tidak ada yang gratis di dunia ini.
Manusia Harus Bekerja
untuk Hidup
Manusia, agar dapat
menopang hidupnya secara layak dapat memenuhi kebutuhan makan, sandang, papan,
dan berbagai kebutuhan lainnya maka harus memiliki penghasilan yang dapat
diperoleh dengan cara bekerja. Pengangguran hanya akan menjadi beban dalam
kehidupan bersama, karena dengan
menganggur orang tidak dapat
produktif, tidak dapat mengaktualisasikan bakat alamiahnya.
Manusia, kata Adam Smith
“harus selalu hidup dengan pekerjaannya, dan upahnya setidaknya harus mencukupi
untuk mempertahankan hidupnya. Mereka bahkan harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan lebih daripada itu; jika tidak, adalah tidak mungkin baginya untuk
membangun sebuah keluarga, dan ras pekerja seperti itu tidak akan dapat
melampaui generasi yang pertama” (Smith, 1904).
Pada zaman Adam Smith
hidup, ilmu kesehatan masih belum berkembang, harapan hidup manusia sangat
rendah; seorang ibu biasa melahirkan lebih dari sepuluh kali namun karena
berbagai macam penyakit, anak yang dapat tumbuh dewasa hanyalah dua sampai tiga orang, anak yang lain
kebanyakan meninggal sebelum menginjak usia sepuluh tahun. Kenyataan ini
terjadi pada masyrakat kebanyakan, masyarakat kelas bawah. Menurut Adam Smith
“Setiap spesies hewan secara alamiah berkembang biak proporsional dengan sarana
untuk mempertahankan hidup mereka, dan tidak ada spesies yang pernah dapat
berkembang biak melampaui hal itu.
Namun di dalam masyarakat yang beradab hanya terjadi di antara orang-orang
kelas bawah bahwa kecilnya harapan untuk bertahan hidup dapat membatasi
perkembangbiakan lebih lanjut spesies manusia; dan hal itu tidak dapat
dilakukan kecuali dengan menghancurkan sebagian besar anak yang dihasilkan oleh
perkawinan yang subur” (Smith, 1904).
Manusia identik dengan
tenaga kerja, sebagai salah satu faktor produksi, sehingga besar-kecilnya
jumlah manusia juga tidak dapat lepas dari kebutuhan pasar. “Pasar akan
kekurangan atau kelebihan tenaga kerja dan akan kembali dalam keseimbangan
sesuai dengan kebutuhan pasar. Dengan cara inilah permintaan akan manusia,
seperti halnya permintaan akan komoditas yang lain, secara niscaya akan
mengatur produksi manusia; percepatlah bila pertumbuhan terlalu lambat, dan hentikan
bila kemajuan terlalu cepat” (Smith, 1904).
Untuk dapat bertahan
hidup manusia harus memiliki penghasilan dengan cara bekerja, karena
sebagaimana dikatakan di atas bahwa manusia tidak dapat menggantungkan hidup
pada belas kasih orang lain, kecuali memang secara alamiah orang tersebut tidak
mampu untuk melakukan pekerjaan—cacat fisik, idiot, misalnya. Kata Adam Smith
“Tidak ada masyarakat yang sungguh-sungguh menjadi berkembang dan bahagia,
apabila sebagian terbesar anggotanya berada dalam kemiskinan dan penderitaan.
Di samping itu, tidak lain kecuali persamaan, bahwa mereka yang makan,
berpakaian dan bertempat tinggal adalah semua orang, yang secara bersama-sama
harus menghasilkan dari pekerjaan mereka sendiri sehingga mereka dapat makan,
berpakaian dan bertempat tinggal secara memadai (Smith, 1904). Akan menjadi
keharusan bahwa hampir setiap orang seharusnya menjadi usahawan, atau
melibatkan diri dalam jenis perdagangan tertentu” (Smith, 1904).
Karena manusia, seperti
halnya hewan yang lain, secara alamiah berkembang biak proporsional dengan
sarana kelangsungan hidupnya, makanan dalam jumlah yang besar ataupun kecil
selalu dibutuhkan. Hal itu senantiasa dapat mengendalikan atau mengomando
jumlah buruh yang besar atau yang kecil, dan orang selalu dapat ditemukan yang
ingin melakukan sesuatu dalam rangka mencapainya.
Makna Kebahagiaan
Konsep Adam Smith tentang
kebahagiaan dapat ditemukan di dalam karyanya Theory of Moral Sentiments. Kebahagiaan, menurut Adam Smith, dapat dicapai
salah satunya sejauh orang mendapatkan kebesaran dari publik. “Jika bagian
utama kebahagiaan manusia muncul dari kesadaran dicintai, sebagaimana saya
mempercayainya, perubahan keberuntungan yang tiba-tiba jarang memberikan
sumbangan yang besar pada kebahagiaan. Orang yang paling bahagia adalah orang
yang secara berangsur-angsur mencapai kebesaran, publik telah menentukan
terhadap setiap langkah untuk kedudukannya jauh sebelum dia mencapainya, karena
alasan itulah, ketika kesempatan tersebut datang, hal tersebut tidak dapat
mendorong bagi timbulnya kesenangan yang luar biasa, dan dengan mempertimbangkan
hal tersebut secara masuk akal tidak dapat menciptakan kecemburuan atas apa
yang dia dapatkan, atau keirian terhadap yang telah dia tinggalkan” (Smith,
1759).
Manusia
yang dapat mencapai kebahagiaan adalah yang memiliki kondisi fisik sehat, tanpa
beban ekonomis, dan hati nuraninya jernih. Orang yang meskipun kaya namun tidak
sehat dan penuh kedengkian, misalnya, dia tidak dapat mencapai kebahagiaan.
Kata Smith: “Apa yang dapat ditambahkan pada kebahagiaan manusia yang sehat,
yang bebas dari utang, dan memiliki hati nurani yang jernih?” (Smith, 1759).
Jika kebahagiaan seorang individu, seperti kebahagiaan satu bangsa, mungkin
dianggap berlawanan dengan materi yang diberikan oleh mereka kepada biografer
ataupun sejarawan. Adam Smith mungkin dipandang belum mencapai makna tingkat
kebahagiaan manusia. Dari cita-cita hidupnya, ambisi dan kebesaran politik
hilang sekaligus; kredonya adalah bahwa kebahagiaan itu sama dalam setiap
kesempatan, dan bahwa kebahagiaan semata-mata yang perlu untuk memastikannya
(Farrer, 1881).
Adam Smith
membagi kebahagiaan menjadi dua macam (Farrer, 1881), yaitu: kebahagiaan
sebagai akibat alamiah dari kebaikan dan kebahagiaan sebagai tujuan kebaikan;
dan dengan pemuasan diri sendiri yang merupakan akibat alamiah, dia menyelamatkan
dirinya sendiri dengan pertimbangan apakah, jika tidak demikian, kebaikan akan
tetap berada di dalam dan untuk dirinya sendiri layak sebagai tujuan.
“Kebahagiaan umat manusia”, kata Adam Smith” seperti halnya kebahagiaan makhluk
rasional yang lain, tampak merupakan tujuan awal Pengarang Alam”, tidak ada
tujuan lain yang tampak lebih berharga daripada kebijaksanaan dan kemurahan
hati-Nya. Oleh karena itu fakta bahwa kita sangat mendorong secara efektif
kebahagiaan umat manusia, dan sampai tingkatan yang besar mendorong rencana
besar Pemeliharaan Baik dengan bertindak menurut perintah kecakapan moral kita,
sebagai alasan tambahan, meskipun bukan yang utama, bagi perbuatan kita untuk
berbuat demikian; dan sebaliknya, kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang
berlawanan merintangi skema tersebut dengan demikian akan merintangi takdir
kebahagiaan dunia, merupakan alasan tambahan untuk menjauhkan darinya. Oleh karena
itu, sanksi utama untuk kerelaan kita terhadap aturan untuk mendorong
kesejahteraan manusia sebagai sanksi utama, yaitu, kebaikan terletak di dalam
sistem pahala dan hukuman masa depan, yang dengan itu kerja sama kita dengan
rencana ilahi mungkin diperkuat.
SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan tentang filsafat ekonomi di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Filsafat ilmu sebagai cabang dari ilmu
filsafat dan sekaligus sebagai “Mother of
Science” berperanan memberikan ide atau pondasi
dasar peletakan ilmu-ilmu pada umumnya termasuk ilmu ekonomi. Sebagaimana fungsinya filsafat akan memberikan dasar-dasar dan sekaligus semua ilmu secara hakiki
akan kembali kepada
induknya.
Filsafat ilmu berperan besar
terhadap pengembangan ilmu ekonomi menuju peningkatan ilmu pengetahuan dan peralatan analisis ekonomi serta
meningkatkan kualitas ilmuwan yang mampu berfikir,
bersikap dan bertindak sebagai ilmuwan yang
bijaksana.
Adam Smith—yang oleh para pakar disebut sebagai Bapak
Ilmu Ekonomi— tidak diragukan, sangat besar sumbangannya bagi kemandirian Ilmu
Ekonomi. Bahkan dia disebut pelopor aliran pemikiran Klasik di dalam ilmu
ekonomi. Sebelumnya, ilmu ekonomi masih berada di bawah kategori filsafat,
sehingga unsur spekulasi masih dominan. Adam Smith-lah yang mulai membuat ilmu
ekonomi—dia sebut ekonomi politik—menjadi ilmu yang positif dan empiris. Ilmu
ekonomi berangkat dan berakhir pada data pengalaman.
Adam Smith memandang
manusia benar-benar sebagai homo
economicus, makhluk yang bersifat individual yang harus dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, dalam arti tidak boleh hanya menggantungkan pada kebaikan
hati orang lain. Agar orang dapat hidup dengan layak dia harus mau bekerja dan
berpenghasilan. Seseorang mendapatkan sesuatu sejauh dia dapat memberikan
sesuatu juga kepada orang lain. Dengan demikian ada kesetaraan dalam kedudukan
manusia dalam hubungannya satu sama lain. Manusia juga dipandang seperti halnya
hewan yang lain, peradaban lah yang membedakan manusia dengan hewan yang lain.
Dalam keadaannya yang alamiah hewan benar-benar sebagai individu yang mandiri,
namun peradaban manusia telah memungkinkan manusia untuk saling membantu
(bermanfaat) satu sama lain.
Kemakmuran dapat dicapai sejauh para individu diberi kebebasan untuk mengatur kehidupan
ekonominya. Pemerintah tidak campur tangan di dalam kehidupan ekonomi, fungsi
pemerintah hanya sebagai regulator untuk menjamin agar tidak terjadi
ketidakadilan di dalam masyarakat. Semuanya akan berjalan sesuai dengan hukum
alam, keseimbangan di dalam pasar selalu akan terjadi: penawaran akan selalu
bertemu dengan permintaan. Ada “tangan yang tidak tampak” (invisible hand) yang memiliki kemampuan untuk mengatur kehidupan
ekonomi. Jadi, agar kemakmuran individual maupun bangsa dapat dicapai maka
kebebasan sangat diperlukan dan sesedikit mungkin pemerintah atau negara boleh campur tangan.
Manusia dapat menjadi
bahagia apabila dapat memenuhi kebutuhan fisiknya: sandang, papan, perumahan
dan hal ini dapat dilaksanakan dengan bekerja. Setelah kebutuhan tersebut
tercukupi, menurut dia, baru layak manusia untuk membangun rumah tangga dan
mengembangkan keturunannya. Di dalam tulisannya yang panjang lebar, Adam Smith,
hampir tidak menyentuh spiritualitas manusia, Tuhan tidak diberi tempat lagi di
dalam eksplanasinya. Manusia dilihat sebagai makhluk fisik belaka. Sejauh
kebutuhan fisik terpenuhi: badan sehat, pikiran tenang, bebas dari hutang maka
seseorang akan menjadi bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
Agriyanto, R., & Rohman, A. (2017). Rekonstruksi Filsafat
Ilmu Dalam Perspektif Perekonomian Yang Berkeadilan (Kajian terhadap Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Ekonomi yang Islami). At-Taqaddum, 7(1),
35-53.
Farrer, J. A. (1881). Adam Smith: Biographical Sketch, http://www.city.ac.uk/andy.
Marsigit. (2015). Mengenal
Filsafat Lebih Dalam. https://powermathematics.blogspot.com/2015/11/mengenal-filsafat-lebih-dalam_2.html
Muheramtohadi, S. (2018). Perbandingan Antara Filsafat
Ekonomi Islam Dan Barat. Jurnal STIE Semarang, 10(3), 73-92.
Nasrullah, Y. (2007). Peran Filsafat Ilmu Terhadap Ilmu
Ekonomi Dan Pengembangan Para Sarjananya. Jurnal Fakultas Hukum UII, 30(65).
Putra, M. U. M., & Dilham, A. (2016). Ontologi dalam
Esensi Ilmu Ekonomi dan Sumber Pengetahuan. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil:
JWEM, 6(1), 13-22.
Skousen, M. (2005). Sejarah
Pemikiran Ekonomi, Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern. Jakarta-Prenada
Media.
Smith, A. (1904). An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, ed. Edwin Cannan,
Fifth edition, Methuen and Co., Ltd.,
London (http:/www. econ.lib.org/ Enc.bios/Smith.html).
, (1759). The Theory of Moral Sentiments,
A. Millar. Sixth edition. London (http:/www.econ.lib.org/
Enc.bios/Smith.html).
, (1776). An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, Methuen
and Co., Ltd., London (http:/www.econ.lib.org/ Enc.bios/Smith.html).
Wijaya, C. A. (2009). Filsafat Ekonomi Adam Smith. Jurnal
Filsafat, 19(1), 1-22.
Filsafat Ekonomi
Reviewed by Tri Effiyanti
on
14.56
Rating: 5